Shutterstock
Ilustrasi janin dalam rahim
TERKAIT:
Gangguan pendengaran ternyata berisiko tinggi diderita oleh janin yang terpapar virus HIV. Menurut penelitian terbaru, gangguan pendengaran itu bisa terjadi ketika anak-anak tersebut berusia 16 tahun.
Menurut riset yang dilakukan ilmuwan dari National Institute of Health Research Network, risiko gangguan pendengaran anak yang terinfeksi HIV adalah 9-15 persen. Sementara itu, anak yang bebas HIV tetapi terlahir dari ibu yang terinfeksi HIV, risikonya adalah 5-8 persen.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan gangguan pendengaran sebagai berkurangnya kemampuan mendengar pada empat frekuensi (500, 1.000, 2.000, dan 4.000 Hz) yang sangat penting untuk memahami bahasa, atau 20 desibel atau lebih tinggi daripada level normal pendengaran telinga.
"Anak-anak yang terpapar HIV sebelum kelahiran berada pada risiko lebih tinggi mengalami gangguan pendengaran. Hal ini penting untuk mereka, juga bagi penyedia layanan kesehatan yang merawat mereka agar menyadari hal ini," kata George K Siberry, MD, dari Eunice Kennedy Shriver National Institute of Child Health and Human Development (NICHD).
Temuan ini dipublikasikan secara online dalam The Pediatric Infectious Disease Journal.
Menurut peneliti, dibandingkan anak lain, anak dengan infeksi HIV pada 200 sampai 300 persen lebih mungkin untuk mengalami gangguan pendengaran. Anak-anak yang lahir tanpa HIV dari ibu yang memiliki HIV, sebanyak 20 persen lebih mungkin mengalami gangguan pendengaran.
"Jika orangtua dan guru tahu anak mengalami masalah pendengaran, mereka mungkin mengambil langkah-langkah untuk membuat pengaturan komunikasi yang berbeda, seperti menempatkan anak untuk duduk di barisan depan kelas atau menghindari suara bising," urai Howard Hoffman, MA, Direktur Epidemiologi dan Statistik Program dari National Institute on Deafness and Other Communication Disorders (NIDCD), yang menyediakan dana untuk penelitian ini.
Kehilangan pendengaran ringan pada anak-anak dapat menunda kemampuan bahasa. Untuk gangguan pendengaran yang lebih parah, mungkin mereka memerlukan penggunaan alat bantu dengar.
Dalam kajiannya, peneliti melibatkan lebih dari 200 anak dan remaja. Semua telah terkena HIV sebelum kelahiran, dan sekitar 60 persen adalah HIV positif pada saat penelitian.
Peneliti melakukan tes pendengaran pada anak-anak bila orangtua atau pengasuh melaporkan ada masalah pendengaran. Anak-anak ini juga cenderung memiliki skor yang rendah saat menjalani tes kemampuan bahasa atau masalah pendengaran.
Temuan menunjukkan, proporsi lebih besar dari kasus gangguan pendengaran terjadi pada anak-anak dengan HIV positif, dan peneliti menemukan bahwa mereka yang telah mengembangkan AIDS pada level berapa pun bahkan lebih mungkin memiliki gangguan pendengaran, meski penyakit dapat dikendalikan pada saat penelitian berlangsung.
Penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa anak dengan HIV rentan terhadap infeksi telinga tengah. Infeksi telinga tengah yang berulang dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Namun, 60 persen kasus dalam penelitian ini menunjukkan gangguan pendengaran lebih diakibatkan oleh masalah transmisi suara dari saraf telinga ke otak, bukan kerusakan di telinga tengah akibat infeksi telinga.
"Anak-anak yang terpapar HIV sebelum kelahiran berada pada risiko lebih tinggi mengalami gangguan pendengaran. Hal ini penting untuk mereka, juga bagi penyedia layanan kesehatan yang merawat mereka agar menyadari hal ini," kata George K Siberry, MD, dari Eunice Kennedy Shriver National Institute of Child Health and Human Development (NICHD).
Temuan ini dipublikasikan secara online dalam The Pediatric Infectious Disease Journal.
Menurut peneliti, dibandingkan anak lain, anak dengan infeksi HIV pada 200 sampai 300 persen lebih mungkin untuk mengalami gangguan pendengaran. Anak-anak yang lahir tanpa HIV dari ibu yang memiliki HIV, sebanyak 20 persen lebih mungkin mengalami gangguan pendengaran.
"Jika orangtua dan guru tahu anak mengalami masalah pendengaran, mereka mungkin mengambil langkah-langkah untuk membuat pengaturan komunikasi yang berbeda, seperti menempatkan anak untuk duduk di barisan depan kelas atau menghindari suara bising," urai Howard Hoffman, MA, Direktur Epidemiologi dan Statistik Program dari National Institute on Deafness and Other Communication Disorders (NIDCD), yang menyediakan dana untuk penelitian ini.
Kehilangan pendengaran ringan pada anak-anak dapat menunda kemampuan bahasa. Untuk gangguan pendengaran yang lebih parah, mungkin mereka memerlukan penggunaan alat bantu dengar.
Dalam kajiannya, peneliti melibatkan lebih dari 200 anak dan remaja. Semua telah terkena HIV sebelum kelahiran, dan sekitar 60 persen adalah HIV positif pada saat penelitian.
Peneliti melakukan tes pendengaran pada anak-anak bila orangtua atau pengasuh melaporkan ada masalah pendengaran. Anak-anak ini juga cenderung memiliki skor yang rendah saat menjalani tes kemampuan bahasa atau masalah pendengaran.
Temuan menunjukkan, proporsi lebih besar dari kasus gangguan pendengaran terjadi pada anak-anak dengan HIV positif, dan peneliti menemukan bahwa mereka yang telah mengembangkan AIDS pada level berapa pun bahkan lebih mungkin memiliki gangguan pendengaran, meski penyakit dapat dikendalikan pada saat penelitian berlangsung.
Penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa anak dengan HIV rentan terhadap infeksi telinga tengah. Infeksi telinga tengah yang berulang dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Namun, 60 persen kasus dalam penelitian ini menunjukkan gangguan pendengaran lebih diakibatkan oleh masalah transmisi suara dari saraf telinga ke otak, bukan kerusakan di telinga tengah akibat infeksi telinga.
Sumber :Kompas.com...........................Bramirus Mikail | Lusia Kus Anna | Jumat, 22 Juni 2012 | 17:02 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar