Jakarta, Berbahagialah dalam hidup yang singkat ini. Begitu sering ungkapan itu terdengar. Nyatanya memang orang yang merasa berbahagia meski kondisinya biasa saja punya peluang hidup yang lebih lama.
Studi di Inggris mengungkapkan orangtua yang mengatakan hidupnya bahagia bahkan hanya untuk sementara waktu, memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk meninggal selama periode 5 tahun.
Secara keseluruhan, hasil penelitian menunjukkan bahwa orangtua yang merasa bahagia memiliki risiko 35 persen lebih rendah mengalami kematian selama studi daripada mereka yang paling bahagia.
Studi tersebut telah diikuti lebih dari 3.850 orang di Inggris yang berusia 52-79 tahun dan dilakukan selama 5 tahun. Studi tersebut termasuk studi terpanjang di Inggris yang meneliti mengenai penuaan.
"Kebahagiaan sesaat mungkin berhubungan dengan proses biologis atau faktor-faktor perilaku lain yang dapat menjelaskan kemungkinan kelangsungan hidup meningkat. Bagaimanapun hasil studi tersebut menekankan pentingnya kesejahteraan emosional bagi orangtua," kata peneliti studi Andrew Steptoe, direktur Division of Population Health at University College London seperti dilansir dari MSNHealth, Selasa (1/11/2011).
Para peneliti berpikir mengenai kebahagiaan yang memiliki hubungan dengan kesehatan. Namun tantangannya adalah mencari tahu mekanisme tertentu yang bekerja. Apakah penyakit akan membuat seseorang merasa kurang bahagia. Atau apakah kebahagiaan melindungi orang terhadap suatu penyakit.
"Penelitian tersebut mengamati tentang kedua kemungkinan tersebut," kata Steptoe.
Para peneliti mengakui beberapa keterbatasan studi mereka. Bahwa studi tersebut tidak memandang kematian secara keseluruhan dan tidak mengamati penyebab kematian spesifik seperti kanker. Para peneliti juga tidak menilai faktor-faktor risiko individu seperti obesitas.
"Meskipun studi tersebut tidak membuktikan kebahagiaan yang mengarah pada umur yang lebih panjang, namun dapat diketahui bahwa dengan meningkatkan emosi positif dalam kehidupan sehari-hari, mungkin dapat mempunyai efek positif terhadap umur yang lebih panjang," kata Sonja Lyubomirsky, seorang profesor psikologi dari University of California, Riverside. Hasil studi tersebut telah dilaporkan dalam Prosiding National Academy of Scienc
(ir/ir)
sumber : http://health.detik.com/
------###################$$$$ Kumpulan Artikel Penelitian Sains, Kesehatan, Kualitatif dan Kuantitatif Terbaru dan Akurat $$$$###################------ by alumni (SDN 24 KAMP. TANGNGA BELOPA LUWU - SMPN 1 BELOPA, LUWU - SMAN 1 BELOPA, LUWU - POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG - UNIV NEG MAKASSAR) SULAWESI SELATAN
Senin, 04 Juni 2012
"Fad Diet" Bikin Langsing tapi Tak Sehat?
KOMPAS.com - Buku tentang diet mudah Anda dapatkan di toko buku atau situs belanja online.Informasi tentang diet, terutama untuk menurunkan berat badan, juga berlimpah di berbagai media termasuk internet. Berbagai jenis diet pun menjadi pilihan, iming-iming turun berat badan dalam waktu instan pun menjadi daya tariknya. Namun, mengapa banyak orang yang diet dan berhasil langsing tapi tak sehat, atau mati-matian diet tapi berat badan masih naik turun tak karuan?
Menurut Astri Kurniati, Manager Nutrition and Health Science dari Nutrifood Research Center, banyak orang tergerak melakukan diet karena sejumlah faktor. Baik karena khawatir mengingat angka obesitas dan kegemukan terus meningkat. Juga karena banyak orang ingin langsing, agar bisa tampil lebih menarik menggunakan busana favoritnya selain terlihat lebih seksi. Bahkan ada juga orang yang melakukan diet karena anjuran dokter, dengan alasan kesehatan. Namun banyak orang yang salah kaprah memahami konsep diet.
"Dengan berbagai pilihan diet, dan agar tak bingung memilihnya, setiap orang harus tahu cara membedakan diet, mana yang kurang sehat untuk tubuhnya di masa depan. Untuk itu, setiap orang semestinya memahami konsep diet sebelum memilih atau menjalankannya," jelas Astri dalam bincang-bincang Nutrifood bertema Be Smart Choosing Your Diet, di fX Lifestyle X'nter Jakarta, Rabu (9/5/2012).
Astri menjelaskan empat konsep fad diet yang perlu dipahami masyarakat. Apa sebenarnya fad diet?Fad diet merupakan diet yang mengharuskan Anda mengurangi atau menghilangkan satu dari komponen makanan harian, mendapat iming-iming turun berat badan dalam waktu cepat, hanya mengasup 800 kkal per hari. Diet semacam ini boleh jadi berhasil menurunkan berat dalam waktu singkat namum berjangka pendek dan mengancam kesehatan dalam jangka waktu panjang.
Untuk memahami konsep diet ini, ingat kembali konsep pola makan dan kebutuhan kalori. Pada dasarnya setiap individu, membutuhkan asupan karbohidrat (55-60 persen dari kalori), lemak (20-30 persen), dan protein (15-20 persen), setiap harinya. Sementara total kebutuhan kalori rata-rata orang dewasa mencapai 2.000 kkal per hari.
Empat konsep fad diet:
1. Diet Tinggi Karbo dan Protein.
Konsep diet ini mengacu pada pengurangan asupan lemak (20-30 persen per hari dari kebutuhan kalori harian). Artinya, orang yang diet dengan cara ini akan menghilangkan lemak dalam makanan.Sebagai kompensasinya, penganut diet ini mengasup karbohidrat dan protein lebih tinggi dari biasanya.
Studi terhadap 50.000 orang yang menggunakan konsep diet ini, menunjukkan selama 7,5 tahun diet menghindari lemak, rata-rata berat badan turun 1,9 kg. Diet semakin tidak efektif karena tidak dibarengi olahraga dan manajemen stres.
"Diet seperti ini tidak bisa berdampak jangka panjang, apalagi jika hanya diet tanpa olahraga dan manajemen stres. Pada beberapa orang, saat stres ia cenderung akan makan lebih banyak," jelas Astri, menambahkan konsep diet seperti ini juga menyebabkan kekurangan vitamin D yang didapatkan dari lemak.
Dampak dari konsep diet ini di antaranya risiko terkena penyakit jantung, karena asupan karbohidrat lebih tinggi dari semestinya.
2. Diet Rendah Karbo Tinggi Protein
Konsep diet ini sudah muncul sejak 1860, dan menjadi pilihan kedua setelah banyak orang merasa gagal menjalani Diet Tinggi Karbo dan Protein. Konsep diet yang kedua ini memangkas kebutuhan karbohidrat harian dari anjuran 300 gr per hari menjadi hanya 20-30 gr.
"Asupan karbo 20-30 gr per hari setara dengan satu lembar roti," jelas Astri.
Ia menambahkan, setiap harinya setiap orang membutuhkan 3-8 porsi karbohidrat per hari. Satu porsi setara dengan satu cup nasi putih. Meski begitu, asupan karbohidrat tak hanya didapatkan dari nasi, namun bisa dari kentang atau makanan lainnya.
Dampak diet ini di antaranya, Anda sering buang air kecil sehingga menyebabkan hilangnya 1 kg air dari dalam tubuh, dan menyebabkan bau mulut, serta kerja otak terganggu sehingga menyebabkan gangguan berpikir seperti kurang konsentrasi.
"Diet ini mengurangi cadangan air dalam tubuh sekitar 1 kg karena diuretic. Dengan kata lain, Anda akan kehilangan 1 kg air dari dalam tubuh, karena terlalu sering dikeluarkan dalam bentuk urine. Dampak lainnya, Anda akan mengalami ketosis atau oksidasi lemak. Saat lemak dibakar ada komponen yang menghasilkan ketone menyebabkan bau mulut. Untuk kesehatan, efek sampingnya paling terasa ke otak. Karbohidrat adalah makanan utama otak. Kalau kurang karbo, otak tak bisa bekerja maksimal," jelasnya.
3. Diet Rendah Karbo Tinggi Lemak
Jika Anda melakukan diet dengan mengurangi atau menghilangkan satu atau lebih komponen makanan, maka Anda akan mengasup komponen makanan lain dalam jumlah lebih besar. Ini adalah konsep yang wajib dipahami agar Anda tak lagi terjebak dalam program diet yang memberikan iming-iming tubuh langsing, namun merusak fisik dalam jangka waktu panjang.
Konsep fad diet ketiga ini membuat Anda akan mengurangi makan makanan mengandung karbohidrat. Contoh sederhananya, Anda mengurangi atau bahkan tidak makan nasi sama sekali. Namun, agar tubuh tidak lemas, Anda akan mengasup makanan kaya lemak dan protein, misalnya Anda hanya makan ikan, daging, tempe atau tahu, telur dan berbagai makanan kecuali nasi, kentang atau roti yang mengandung karbohidrat.
Bagaimana pun tubuh membutuhkan karbohidrat. Jika asupan ini dihilangkan sejumlah risiko seperti osteoporosis bisa Anda alami di masa mendatang. "Kandungan kalsium di urine akan naik. Makanan tinggi protein mengandung asam, dan menyebabkan kalsium ke luar dari tulang sehingga berisiko terhadap terjadinya osteoporosis," jelas Astri.
Menurutnya, jurnal kesehatan internasional tidak melarang diet ini namun juga tidak merekomendasikan. Ia menyebutkan Dukan Diet merupakan salah satu contoh diet tinggi protein, namun mengurangi atau menghilangkan asupan karbohidrat.
4. Diet Sangat Rendah Kalori
Diet seperti ini biasanya berlaku untuk pasien obesitas dengan pengawasan dokter. Diet ini bertujuan untuk menurunkan berat badan pada penderita obesitas agar risiko operasi berkurang.
Konsep diet ini adalah mengurangi asupan kalori hingga 800 kkal per hari, dengan catatan berada dalam pengawasan dokter dan nutritionist. Biasanya, penderita obesitas yang akan melakukan operasi hanya akan mengonsumsi cairan, buah, sayur, karbohidrat dan protein dihilangkan untuk menurunkan berat badan dan memastikan hanya mengasup 800 kalori per hari.
Pada penderita obesitas, diet ini berhasil menurunkan berat badan untuk tujuan medis. Sayangnya, dengan alasan ingin menurunkan berat badan dalam waktu instan, banyak orang menjalankan diet ini padahal ia tidak menderita obesitas. Alhasil, diet yang keliru menyebabkan efek samping dari kekurangan kalsium hingga kematian.
"Seharusnya diet ini hanya untuk penderita obesitas karena penurunan berat badan cenderung drastis, lebih dari 1,5 kg per minggu," jelas Astri.
Menurut Astri Kurniati, Manager Nutrition and Health Science dari Nutrifood Research Center, banyak orang tergerak melakukan diet karena sejumlah faktor. Baik karena khawatir mengingat angka obesitas dan kegemukan terus meningkat. Juga karena banyak orang ingin langsing, agar bisa tampil lebih menarik menggunakan busana favoritnya selain terlihat lebih seksi. Bahkan ada juga orang yang melakukan diet karena anjuran dokter, dengan alasan kesehatan. Namun banyak orang yang salah kaprah memahami konsep diet.
"Dengan berbagai pilihan diet, dan agar tak bingung memilihnya, setiap orang harus tahu cara membedakan diet, mana yang kurang sehat untuk tubuhnya di masa depan. Untuk itu, setiap orang semestinya memahami konsep diet sebelum memilih atau menjalankannya," jelas Astri dalam bincang-bincang Nutrifood bertema Be Smart Choosing Your Diet, di fX Lifestyle X'nter Jakarta, Rabu (9/5/2012).
Astri menjelaskan empat konsep fad diet yang perlu dipahami masyarakat. Apa sebenarnya fad diet?Fad diet merupakan diet yang mengharuskan Anda mengurangi atau menghilangkan satu dari komponen makanan harian, mendapat iming-iming turun berat badan dalam waktu cepat, hanya mengasup 800 kkal per hari. Diet semacam ini boleh jadi berhasil menurunkan berat dalam waktu singkat namum berjangka pendek dan mengancam kesehatan dalam jangka waktu panjang.
Untuk memahami konsep diet ini, ingat kembali konsep pola makan dan kebutuhan kalori. Pada dasarnya setiap individu, membutuhkan asupan karbohidrat (55-60 persen dari kalori), lemak (20-30 persen), dan protein (15-20 persen), setiap harinya. Sementara total kebutuhan kalori rata-rata orang dewasa mencapai 2.000 kkal per hari.
Empat konsep fad diet:
1. Diet Tinggi Karbo dan Protein.
Konsep diet ini mengacu pada pengurangan asupan lemak (20-30 persen per hari dari kebutuhan kalori harian). Artinya, orang yang diet dengan cara ini akan menghilangkan lemak dalam makanan.Sebagai kompensasinya, penganut diet ini mengasup karbohidrat dan protein lebih tinggi dari biasanya.
Studi terhadap 50.000 orang yang menggunakan konsep diet ini, menunjukkan selama 7,5 tahun diet menghindari lemak, rata-rata berat badan turun 1,9 kg. Diet semakin tidak efektif karena tidak dibarengi olahraga dan manajemen stres.
"Diet seperti ini tidak bisa berdampak jangka panjang, apalagi jika hanya diet tanpa olahraga dan manajemen stres. Pada beberapa orang, saat stres ia cenderung akan makan lebih banyak," jelas Astri, menambahkan konsep diet seperti ini juga menyebabkan kekurangan vitamin D yang didapatkan dari lemak.
Dampak dari konsep diet ini di antaranya risiko terkena penyakit jantung, karena asupan karbohidrat lebih tinggi dari semestinya.
2. Diet Rendah Karbo Tinggi Protein
Konsep diet ini sudah muncul sejak 1860, dan menjadi pilihan kedua setelah banyak orang merasa gagal menjalani Diet Tinggi Karbo dan Protein. Konsep diet yang kedua ini memangkas kebutuhan karbohidrat harian dari anjuran 300 gr per hari menjadi hanya 20-30 gr.
"Asupan karbo 20-30 gr per hari setara dengan satu lembar roti," jelas Astri.
Ia menambahkan, setiap harinya setiap orang membutuhkan 3-8 porsi karbohidrat per hari. Satu porsi setara dengan satu cup nasi putih. Meski begitu, asupan karbohidrat tak hanya didapatkan dari nasi, namun bisa dari kentang atau makanan lainnya.
Dampak diet ini di antaranya, Anda sering buang air kecil sehingga menyebabkan hilangnya 1 kg air dari dalam tubuh, dan menyebabkan bau mulut, serta kerja otak terganggu sehingga menyebabkan gangguan berpikir seperti kurang konsentrasi.
"Diet ini mengurangi cadangan air dalam tubuh sekitar 1 kg karena diuretic. Dengan kata lain, Anda akan kehilangan 1 kg air dari dalam tubuh, karena terlalu sering dikeluarkan dalam bentuk urine. Dampak lainnya, Anda akan mengalami ketosis atau oksidasi lemak. Saat lemak dibakar ada komponen yang menghasilkan ketone menyebabkan bau mulut. Untuk kesehatan, efek sampingnya paling terasa ke otak. Karbohidrat adalah makanan utama otak. Kalau kurang karbo, otak tak bisa bekerja maksimal," jelasnya.
3. Diet Rendah Karbo Tinggi Lemak
Jika Anda melakukan diet dengan mengurangi atau menghilangkan satu atau lebih komponen makanan, maka Anda akan mengasup komponen makanan lain dalam jumlah lebih besar. Ini adalah konsep yang wajib dipahami agar Anda tak lagi terjebak dalam program diet yang memberikan iming-iming tubuh langsing, namun merusak fisik dalam jangka waktu panjang.
Konsep fad diet ketiga ini membuat Anda akan mengurangi makan makanan mengandung karbohidrat. Contoh sederhananya, Anda mengurangi atau bahkan tidak makan nasi sama sekali. Namun, agar tubuh tidak lemas, Anda akan mengasup makanan kaya lemak dan protein, misalnya Anda hanya makan ikan, daging, tempe atau tahu, telur dan berbagai makanan kecuali nasi, kentang atau roti yang mengandung karbohidrat.
Bagaimana pun tubuh membutuhkan karbohidrat. Jika asupan ini dihilangkan sejumlah risiko seperti osteoporosis bisa Anda alami di masa mendatang. "Kandungan kalsium di urine akan naik. Makanan tinggi protein mengandung asam, dan menyebabkan kalsium ke luar dari tulang sehingga berisiko terhadap terjadinya osteoporosis," jelas Astri.
Menurutnya, jurnal kesehatan internasional tidak melarang diet ini namun juga tidak merekomendasikan. Ia menyebutkan Dukan Diet merupakan salah satu contoh diet tinggi protein, namun mengurangi atau menghilangkan asupan karbohidrat.
4. Diet Sangat Rendah Kalori
Diet seperti ini biasanya berlaku untuk pasien obesitas dengan pengawasan dokter. Diet ini bertujuan untuk menurunkan berat badan pada penderita obesitas agar risiko operasi berkurang.
Konsep diet ini adalah mengurangi asupan kalori hingga 800 kkal per hari, dengan catatan berada dalam pengawasan dokter dan nutritionist. Biasanya, penderita obesitas yang akan melakukan operasi hanya akan mengonsumsi cairan, buah, sayur, karbohidrat dan protein dihilangkan untuk menurunkan berat badan dan memastikan hanya mengasup 800 kalori per hari.
Pada penderita obesitas, diet ini berhasil menurunkan berat badan untuk tujuan medis. Sayangnya, dengan alasan ingin menurunkan berat badan dalam waktu instan, banyak orang menjalankan diet ini padahal ia tidak menderita obesitas. Alhasil, diet yang keliru menyebabkan efek samping dari kekurangan kalsium hingga kematian.
"Seharusnya diet ini hanya untuk penderita obesitas karena penurunan berat badan cenderung drastis, lebih dari 1,5 kg per minggu," jelas Astri.
Pemakan Cokelat Lebih Langsing?
KOMPAS.com -Ini adalah kabar baik bagi para penggemar cokelat. Riset terbaru mengindikasikan, mereka yang rutin mengudap cokelat memiliki tubuh yang lebih ramping ketimbang mereka yang jarang mengonsumsinya. Ilmuwan dari University of California, San Diego, Beatrice Golomb, MD, PhD beserta timnya menemukan bahwa orang dewasa yang makan cokelat secara teratur cenderung mempunyai badan yang lebih langsing ketimbang yang tidak.
Seperti yang dipublikasikan secara online dalamArchives of Internal Medicine pada 26 Maret 2012, peneliti menekankan bahwa temuan ini tidak membuktikan bahwa rutin mengonsumsi cokelat dapat menurunkan berat badan. Tetapi kemungkinan ada faktor lain yang ikut memengaruhi perbedaan berat badan atau mungkin secara statistik hanya merupakan suatu kebetulan.
Dalam risetnya, Golomb dan rekan melibatkan hampir 1000 orang relawan. Peserta diminta untuk mengisi kuesioner tentang seberapa sering mereka makan coklat. Rata-rata usia relawan adalah 57 tahun dan 68 persen diantaranya adalah laki-laki.
Peneliti kemudian mencoba menemukan hubungan antara konsumsi cokelat dan indeks massa tubuh (BMI) peserta. BMI adalah perhitungan berdasarkan tinggi dan berat badan yang digunakan untuk menentukan berat badan, kelebihan berat badan dan obesitas pada orang dewasa.
Indeks massa tubuh peserta rata-rata 28 - artinya, kelebihan berat badan tetapi tidak obesitas. Rata-rata, peserta makan cokelat dua kali seminggu dan rutin melakukan aktivitas fisik (olahraga) tiga sampai empat kali dalam seminggu.
Hasil kajian menunjukkan bahwa mereka yang makan rutin atau sering makan coklat memiliki BMI lebih rendah dari yang lain, bahkan ketika peneliti telah mengaitkan dengan faktor lainnya seperti usia, jenis kelamin, pendidikan dan konsumsi buah dan sayuran. Bahkan, perbedaan antara peserta yang sering dan jarang makan cokelat sekitar 5 sampai 7 pon.
Golomb mengatakan, cokelat termasuk makanan yang kaya antioksidan - zat yang dapat melawan agen perusak di dalam tubuh. Beberapa riset juga telah menunjukkan, konsumsi cokelat dapat memberi efek kesehatan yang positif seperti menurunkan tekanan darah dan menjaga kolesterol. Tapi di sisi lain, coklat bisa juga bisa membawa malapetaka karena tinggi kandungan kalori dan lemak.
Golomb kembali mengingatkan bahwa studi ini tidak menyatakan bahwa konsumsi cokelat dapat membantu menurunkan berat badan. Studi tersebut juga tidak menyebutkan secara spesifik jenis cokelat apa yang paling baik untuk tubuh. "Temuan ini bukan berarti bahwa Anda harus pergi keluar dan makan 20 pon cokelat per hari," ucap Golomb.
Golomb kembali mengingatkan bahwa studi ini tidak menyatakan bahwa konsumsi cokelat dapat membantu menurunkan berat badan. Studi tersebut juga tidak menyebutkan secara spesifik jenis cokelat apa yang paling baik untuk tubuh. "Temuan ini bukan berarti bahwa Anda harus pergi keluar dan makan 20 pon cokelat per hari," ucap Golomb.
Buah Anggur Bikin Badan Langsing
KOMPAS.com - Bila Anda ingin langsing dan menjaga berat badan tetap ideal, tidak ada salahnya untuk rutin mengonsumsi buah anggur. Sebuah riset terbaru mengindikasikan, senyawa yang ditemukan dalam minuman anggur merah, buah anggur dan beberapa jenis buah lain yang mirip dengan struktur resveratrol, mampu memblok proses seluler yang memungkinkan sel-sel lemak untuk berkembang.
Kee-Hong Kim dan Jung Yeon Kwon, dua ilmuwan dari Purdue University dalam Journal of Biological Chemistry melaporkan, senyawa pada anggur yang disebut piceatannol memiliki kemampuan untuk memblok sel lemak yang belum matang untuk tumbuh dan berkembang.
Peneliti mengatakan, piceatannol memiliki struktur yang mirip dengan resveratrol - senyawa yang ditemukan dalam buah anggur dan kacang tanah yang diperkirakan mampu membantu memerangi kanker, penyakit jantung dan penyakit neurodegeneratif. Menurut para ilmuwan, piceatannol mungkin dapat menjadi senjata penting untuk melawan obesitas. Resveratrol diubah menjadi piceatannol pada manusia setelah konsumsi.
"Piceatannol sebenarnya dapat mengubah ekspresi gen, fungsi gen dan kerja insulin selama adipogenesis (proses awal sel lemak berubah menjadi sel lemak matang)," kata Kim.
"Dengan keberadaan piceatannol, kita dapat melihat adanya penundaan atau hambatan proses adipogenesis," tambahnya.
Kim menerangkan, selama periode 10 hari atau lebih, sel-sel lemak yang ada di dalam tubuh biasanya belum terlalu matang, fase ini disebut preadipocytes. Namun setelah melalui beberapa tahapan, sel-sel lemak itu berubah menjadi matang, atau biasa disebut adipocytes.
"Kami menganggap, proses adipogenesis adalah target yang tepat untuk menunda atau mencegah akumulasi sel lemak," katanya.
Kim menambahkan, piceatannol mampu mengikat reseptor insulin dari sel-sel lemak yang belum matang pada tahap pertama proses adipogenesis. Piceatannol juga bekerja dengan menghalangi jalur sel-sel lemak untuk berproduksi dan tumbuh.
Piceatannol adalah salah satu dari beberapa senyawa yang saat ini tengah diteliti manfaatnya untuk kesehatan, yang juga hadir dalam jumlah berbeda pada biji dan kulit anggur, blueberry, markisa, dan buah lainnya.
Kim mengkonfirmasikan bahwa temuan yang saat ini dilakukannya didasarkan pada sistem kultur sel, dengan menggunakan model hewan obesitas. "Kita masih perlu bekerja untuk meningkatkan stabilitas dan kelarutan dari piceatannol untuk menciptakan efek biologis," tutup Kim.
Kee-Hong Kim dan Jung Yeon Kwon, dua ilmuwan dari Purdue University dalam Journal of Biological Chemistry melaporkan, senyawa pada anggur yang disebut piceatannol memiliki kemampuan untuk memblok sel lemak yang belum matang untuk tumbuh dan berkembang.
Peneliti mengatakan, piceatannol memiliki struktur yang mirip dengan resveratrol - senyawa yang ditemukan dalam buah anggur dan kacang tanah yang diperkirakan mampu membantu memerangi kanker, penyakit jantung dan penyakit neurodegeneratif. Menurut para ilmuwan, piceatannol mungkin dapat menjadi senjata penting untuk melawan obesitas. Resveratrol diubah menjadi piceatannol pada manusia setelah konsumsi.
"Piceatannol sebenarnya dapat mengubah ekspresi gen, fungsi gen dan kerja insulin selama adipogenesis (proses awal sel lemak berubah menjadi sel lemak matang)," kata Kim.
"Dengan keberadaan piceatannol, kita dapat melihat adanya penundaan atau hambatan proses adipogenesis," tambahnya.
Kim menerangkan, selama periode 10 hari atau lebih, sel-sel lemak yang ada di dalam tubuh biasanya belum terlalu matang, fase ini disebut preadipocytes. Namun setelah melalui beberapa tahapan, sel-sel lemak itu berubah menjadi matang, atau biasa disebut adipocytes.
"Kami menganggap, proses adipogenesis adalah target yang tepat untuk menunda atau mencegah akumulasi sel lemak," katanya.
Kim menambahkan, piceatannol mampu mengikat reseptor insulin dari sel-sel lemak yang belum matang pada tahap pertama proses adipogenesis. Piceatannol juga bekerja dengan menghalangi jalur sel-sel lemak untuk berproduksi dan tumbuh.
Piceatannol adalah salah satu dari beberapa senyawa yang saat ini tengah diteliti manfaatnya untuk kesehatan, yang juga hadir dalam jumlah berbeda pada biji dan kulit anggur, blueberry, markisa, dan buah lainnya.
Kim mengkonfirmasikan bahwa temuan yang saat ini dilakukannya didasarkan pada sistem kultur sel, dengan menggunakan model hewan obesitas. "Kita masih perlu bekerja untuk meningkatkan stabilitas dan kelarutan dari piceatannol untuk menciptakan efek biologis," tutup Kim.
Obesitas, Anak Rawan Penyakit
KOMPAS.com — Anak-anak yang kegemukan atau memiliki berat badan yang sangat berlebih (obesitas) terancam berbagai penyakit kronis, seperti diabetes melitus, penyakit kardiovaskular, henti napas saat tidur, osteoartritis, hingga gangguan pubertas pada anak perempuan.
Saat ini, diperkirakan ada 300 juta orang di dunia yang menderita obesitas. Jumlah ini setara dengan jumlah penduduk yang kelaparan. Di Amerika Serikat, menurut data tahun 2003, anak yang obesitas sudah mencapai 15 persen penduduk. Sementara itu, di Tanah Air, menurut Riskesdas 2010 terdapat 14 persen anak usia 0-5 tahun yang kegemukan.
"Baik obesitas maupun kegemukan bukan masalah estetika atau penampilan. Namun, ini adalah penyakit. Meski tidak ada data secara nasional, tetapi obesitas sudah menjadi pandemi di Indonesia," kata dr Aman Bhakti Pulingan, SpA, ahli endokrinologi anak dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ia menjelaskan, obesitas kini sudah dikategorikan sebagai penyakit oleh para ahli dari seluruh dunia. "Kegemukan juga menjadi masalah ekonomi karena berkaitan dengan biaya kesehatan negara," katanya dalam acara konferensi pers Cermati Asupan Gula Berlebih pada Susu Anak, Rabu (15/6/2011) di Jakarta.
Orangtua yang memiliki anak obesitas disarankan untuk mulai mengambil langkah menurunkan berat badan anak agar anak terhindar dari risiko penyakit.
"Kembalikan anak pada pola hidup sehat. Asupan kalorinya tidak boleh lebih dari 1.600 per hari, perbanyak aktivitas fisik, dan cermati komponen makannya," imbuhnya.
Penelitian menunjukkan, 1 dari 6 remaja gemuk menderita pra-diabetes, suatu keadaan ketika toleransi terhadap glukosa terganggu. "Jika diintervensi dengan pola makan yang benar selama 20 bulan, maka anak bisa terhindar dari diabetes. Ingat! Sekali diabetes, seumur hidup anak akan diabetes," katanya.
Ia juga menganjurkan agar anak yang kegemukan atau orangtuanya menderita diabetes sebaiknya melakukan pemeriksaan gula darah. "Anak usia 10 tahun sudah disarankan untuk melakukan check up. Namun jika punya faktor risiko, sebaiknya jangan menunda pemeriksaan sampai anak remaja," katanya
Orang Gemuk Pasti Tak Sehat?
shutterstock
Kompas.com - Berat badan terlalu gemuk alias obesitas selama ini memang identik dengan berbagai penyakit. Namun, tidak semua orang yang kegemukan pasti tidak sehat. Sebuah studi terbaru menunjukkan orang obesitas juga bisa digolongkan ke dalam orang sehat.
Studi yang dilakukan terhadap 8.000 orang Amerika ini menemukan orang yang obesitas (indeks massa tubuhnya di atas 30) juga bisa bebas dari masalah kesehatan.
Indeks massa tubuh (IMT) ditentukan dengan cara menghitung perbandingan antara berat badan dan tinggi badan. Di Indonesia, nilai IMT di atas 25 sudah digolongkan ke dalam obesitas tingkat 1. Meski begitu para ahli mengatakan bahwa nilai IMT tidak selalu berkorelasi dengan kesehatan.
Lantas, bagaimana caranya bisa kegemukan namun tetap sehat? Faktor genetik, seperti halnya gaya hidup, termasuk pola makan dan level kebugaran, berperan penting dalam beresiko tidaknya seseorang yang kegemukan menderita penyakit kronik akibat kelebihan berat badannya.
Dengan kata lain, jangan hanya menilai sehat tidaknya seseorang dari berat badannya. Lihatlah pula seluruh kondisi tubuh dan gaya hidupnya. Gaya hidup sehat, berapa pun berat badan Anda, adalah cara terbaik untuk mencegah penyakit.
Obesitas Ancam Remaja
Jakarta, Kompas - Kelebihan berat badan dan obesitas mengancam generasi muda Indonesia. Kondisi yang salah satunya disebabkan kelebihan gizi tersebut, justru membawa kerentanan berbagai penyakit tak menular yang membahayakan.
Remaja juga terbelit masalah kelebihan berat badan. Mengutip riset kesehatan dasar Kementerian Kesehatan tahun 2007 dan 2010, remaja perempuan gemuk meningkat dari 23,8 persen menjadi 26,9 persen. Remaja laki-laki gemuk meningkat dari 13,9 persen menjadi 16,6 persen.
”Dari sepuluh remaja putri, tiga di antaranya gemuk. Dari sepuluh remaja putra, dua di antaranya gemuk,” kata Guru Besar Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor Hardinsyah pada Seminar Nasional Gizi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Depok, Sabtu (19/11).
Sepertiga anak obesitas, lanjut Hardinsyah, akan menjadi obesitas saat dewasa. Sementara separuh anak sekolah yang obesitas akan menjadi obesitas saat dewasa.
”Risiko obesitas saat dewasa lebih besar pada anak yang sangat obesitas dan anak berusia lebih tua (3-10 tahun),” kata dia.
Kepala Subdirektorat Bina Kewaspadaan Gizi Kementerian Kesehatan Erman Sumarna menyatakan, kasus kelebihan berat badan (overweight—level di atas obesitas) terus meningkat. Perbandingan hasil riset kesehatan dasar pada anak usia di bawah lima tahun menunjukkan, kelebihan berat badan tercatat 12,2 persen pada 2007 dan naik menjadi 14 persen pada 2010.
Selain pola makan dan kurang aktivitas fisik, kelebihan berat badan terjadi karena kebijakan masa lalu yang memukul rata peningkatan gizi anak tanpa melihat kondisi spesifiknya.
Penyakit degeneratif
Kelebihan berat badan sangat erat hubungannya dengan berbagai penyakit degeneratif yang membahayakan, antara lain, diabetes, jantung, hipertensi, tekanan darah, dan tulang.
Sejauh ini olahraga masih dinilai solusi mencegah kegemukan. Gaya hidup sehat, seperti menjauhi rokok dan minuman keras juga positif.
Selain olahraga dan memilih makanan sehat, Hardinsyah memberi kiat-kiat mengurangi berat badan dengan minum air putih 500 mililiter sebelum makan utama. Banyak minum bisa sangat membantu mengurangi berat badan.
Cara tersebut memicu metabolisme lemak. Dengan mengurangi berat badan, risiko berbagai penyakit bisa dikurangi.
Masalah global
Isu gizi telah menjadi permasalahan banyak negara. Selain Amerika Serikat, banyak penduduk di China yang mengalami masalah kelebihan berat badan.
Sementara di negara lain, seperti Malaysia dan Timor Leste, menurut Erman, dihadapkan pada masalah postur tubuh kurus-pendek. Di Laos dan Kamboja, dilanda masalah kekurangan vitamin A. Thailand didominan masalah kekurangan zat besi.
Di Indonesia? ”Semua masalah gizi itu ada, seperti anemia, vitamin A, overweight, iodium, dan zat besi. Ini menunjukkan kita punya permasalahan serius,” ucap Erman.
Dampak semua kondisi itu bisa ditemui di kalangan anak-anak usia sekolah dasar dan menengah.
Sri Megawati, Direktur Human Resources and Corporate Affairs Frisian Flag menyatakan, penelitian mikronutrien menyeluruh masih kurang dilakukan di Indonesia. Selama produknya berada di Indonesia sekitar 90 tahun, ukuran kandungan gizi susu di dalamnya masih didasarkan riset global. ”Belum ada yang spesifik untuk kondisi masyarakat Indonesia,” ucap dia.
Sejak Januari 2011, bersama Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi), dilakukan penelitian terhadap 7.200 anak usia 23 bulan hingga 12 tahun di 48 kabupaten/kota dan 25 provinsi yang dipilih acak. Peneliti mengecek darah, memberi tes psikologis, dan survei pola hidup/konsumsi masyarakat. Diperkirakan selesai akhir Desember 2011.
Tidur Larut, Anak Lebih Berisiko Obesitas
KOMPAS.com - Kelebihan berat badan atau obesitas kini sudah menjadi masalah umum tidak hanya orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Menjalankan pola diet sehat seimbang yang diimbangi olahraga teratur merupakan cara terbaik untuk mencegah kegemukan.
Ada cara yang lebih mudah dan sederhana untuk menjaga berat badan anak Anda tetap ideal. Sebuah riset terbaru mengindikasikan bahwa waktu istirahat yang lebih awal dan durasi tidur yang cukup dapat menekan risiko anak mengalami kegemukan. Anak-anak yang terbiasa tidur lebih awal dan bangun lebih awal akan memiliki tubuh lebih ramping dan aktif secara fisik ketimbang anak yang terbiasa tidur larut malam.
Dalam risetnya, para peneliti dari University of South Australia mencatat waktu tidur dan waktu bangun dari 2.200 peserta, berusia 9-6 tahun. Peserta yang memiliki waktu tidur lebih baik, umumnya tidur lebih awal (pukul 09:20) dan bangun lebih awal (pukul 07:00). Sedangkan mereka yang memiliki jam tidur buruk, tidur (pukul 22:40) dan bangun (pukul 08:20). Kemudian peneliti membandingkan bobot para peserta.
Penelitian yang dipublikasikan dalam journal Sleep itu menunjukkan bahwa anak-anak yang tidur larut malam dan bangun terlambat berada pada risiko 1,5 kali lebih besar menjadi gemuk daripada mereka yang tidur dan bangun lebih awal. Bahkan, anak-anak yang tidur larut malam hampir dua kali lebih mungkin tidak aktif secara fisik dan 2,9 kali lebih mungkin untuk duduk di depan TV, komputer atau bermain video game selama berjam-jam lebih dari batas yang direkomendasikan.
"Dalam beberapa tahun terakhir para ilmuwan menyadari bahwa anak-anak yang kurang tidur cenderung memiliki kondisi kesehatan yang buruk," kata Dr Carol Maher peneliti utama.
"Anak yang tidur larut lalu bangun kesiangan, dan anak-anak yang tidur lebih awal dan bangun lebih pagi secara virtual memiliki durasi istirahat yang sama secara total. Para ilmuwan menemukan, dalam beberapa tahun terakhir anak-anak yang kurang tidur cenderung melakukan hal-hal yang merugikan kesehatan, termasuk yang berisiko membuat tubuh menjadi kegemukan dan obes. Tsudi ini mengindikasikan bahwa waktu tidur juga bahkan lebih penting," tambah Maher.
Ada cara yang lebih mudah dan sederhana untuk menjaga berat badan anak Anda tetap ideal. Sebuah riset terbaru mengindikasikan bahwa waktu istirahat yang lebih awal dan durasi tidur yang cukup dapat menekan risiko anak mengalami kegemukan. Anak-anak yang terbiasa tidur lebih awal dan bangun lebih awal akan memiliki tubuh lebih ramping dan aktif secara fisik ketimbang anak yang terbiasa tidur larut malam.
Dalam risetnya, para peneliti dari University of South Australia mencatat waktu tidur dan waktu bangun dari 2.200 peserta, berusia 9-6 tahun. Peserta yang memiliki waktu tidur lebih baik, umumnya tidur lebih awal (pukul 09:20) dan bangun lebih awal (pukul 07:00). Sedangkan mereka yang memiliki jam tidur buruk, tidur (pukul 22:40) dan bangun (pukul 08:20). Kemudian peneliti membandingkan bobot para peserta.
Penelitian yang dipublikasikan dalam journal Sleep itu menunjukkan bahwa anak-anak yang tidur larut malam dan bangun terlambat berada pada risiko 1,5 kali lebih besar menjadi gemuk daripada mereka yang tidur dan bangun lebih awal. Bahkan, anak-anak yang tidur larut malam hampir dua kali lebih mungkin tidak aktif secara fisik dan 2,9 kali lebih mungkin untuk duduk di depan TV, komputer atau bermain video game selama berjam-jam lebih dari batas yang direkomendasikan.
"Dalam beberapa tahun terakhir para ilmuwan menyadari bahwa anak-anak yang kurang tidur cenderung memiliki kondisi kesehatan yang buruk," kata Dr Carol Maher peneliti utama.
"Anak yang tidur larut lalu bangun kesiangan, dan anak-anak yang tidur lebih awal dan bangun lebih pagi secara virtual memiliki durasi istirahat yang sama secara total. Para ilmuwan menemukan, dalam beberapa tahun terakhir anak-anak yang kurang tidur cenderung melakukan hal-hal yang merugikan kesehatan, termasuk yang berisiko membuat tubuh menjadi kegemukan dan obes. Tsudi ini mengindikasikan bahwa waktu tidur juga bahkan lebih penting," tambah Maher.
Di pagi hari, kata Maher, lebih kondusif untuk anak-anak dan remaja dibandingkan malam hari, di mana tersedia program TV yang menarik dan kesempatan melakukan aktivitas jejaring sosial. Hubungan antara waktu serta ketersediaan aktivitas mungkin dapat menjelaskan kenapa perilaku yang kurang aktif (sedentari) terkait dengan waktu tidur yang larut, tandasnya.
Cegah Kegemukan, Perhatikan Waktu Makan
Kompas.com - Melakukan diet ketat dengan cara mengurangi waktu makan ternyata bukan cara yang ideal untuk mengurangi berat badan. Menurut penelitian, makan di waktu yang tidak tepat menjadi salah satu faktor kegemukan.
Tubuh kita memiliki siklus metabolik atau lazim disebut jam biologis. "Setiap organ memiliki jam biologisnya sendiri," kata Satchidananda Panda, dari Salk Institute for Biological Studies, California, Amerika Serikat.
Itu berarti, ada waktu-waktu tertentu di mana organ tubuh, misalnya liver, otot, atau pencernaan, berada dalam puncak kesibukan dan ada waktu lain di mana mereka kurang sibuk atau "tertidur".
Siklus metabolik tersebut, menurut Panda, sangat penting untuk proses tertentu, misalnya memecah kolesterol. Karenanya, seharusnya kita makan di saat proses tersebut terjadi dan berhenti makan ketika organ-organ beristirahat.
Ia mengatakan, pola makan manusia saat ini cenderung telah berubah seiring dengan makin mudahnya akses terhadap makanan. Selain itu, manusia modern juga cenderung terjaga sampai larut malam sehingga mereka makan lebih sering.
Hal tersebut sudah dibuktikan Panda dalam penelitian terhadap mencit di laboratorium selama 18 minggu. Kelompok mencit yang diberi makanan tinggi lemak dan diperbolehkan makan setiap waktu, sudah jelas akan mengalami kegemukan. Akan tetapi mencit yang dibatasi hanya boleh mengasup makanan dalam 8 jam setiap harinya, ternyata mengasup kalori yang sama dengan mencit yang bebas makan tetapi berat badannya lebih sedikit.
Selain itu, mencit yang dibatasi jam makannya terlindungi dari efek pola makan tinggi lemak. Siklus metabolik mereka juga membaik dibandingkan dengan mencit yang makan sebebasnya. Keuntungan lain adalah berat badan mereka turun 28 persen dibandingkan dengan rekannya.
"Riset lebih dalam memang diperlukan untuk mengetahui apakah hal yang sama juga terjadi pada manusia. Tetapi studi mengenai pencegahan obesitas seharusnya tidak cuma meneliti apa yang dimakan tapi juga kapan waktu terbaik untuk makan," kata Panda.
Tubuh kita memiliki siklus metabolik atau lazim disebut jam biologis. "Setiap organ memiliki jam biologisnya sendiri," kata Satchidananda Panda, dari Salk Institute for Biological Studies, California, Amerika Serikat.
Itu berarti, ada waktu-waktu tertentu di mana organ tubuh, misalnya liver, otot, atau pencernaan, berada dalam puncak kesibukan dan ada waktu lain di mana mereka kurang sibuk atau "tertidur".
Siklus metabolik tersebut, menurut Panda, sangat penting untuk proses tertentu, misalnya memecah kolesterol. Karenanya, seharusnya kita makan di saat proses tersebut terjadi dan berhenti makan ketika organ-organ beristirahat.
Ia mengatakan, pola makan manusia saat ini cenderung telah berubah seiring dengan makin mudahnya akses terhadap makanan. Selain itu, manusia modern juga cenderung terjaga sampai larut malam sehingga mereka makan lebih sering.
Hal tersebut sudah dibuktikan Panda dalam penelitian terhadap mencit di laboratorium selama 18 minggu. Kelompok mencit yang diberi makanan tinggi lemak dan diperbolehkan makan setiap waktu, sudah jelas akan mengalami kegemukan. Akan tetapi mencit yang dibatasi hanya boleh mengasup makanan dalam 8 jam setiap harinya, ternyata mengasup kalori yang sama dengan mencit yang bebas makan tetapi berat badannya lebih sedikit.
Selain itu, mencit yang dibatasi jam makannya terlindungi dari efek pola makan tinggi lemak. Siklus metabolik mereka juga membaik dibandingkan dengan mencit yang makan sebebasnya. Keuntungan lain adalah berat badan mereka turun 28 persen dibandingkan dengan rekannya.
"Riset lebih dalam memang diperlukan untuk mengetahui apakah hal yang sama juga terjadi pada manusia. Tetapi studi mengenai pencegahan obesitas seharusnya tidak cuma meneliti apa yang dimakan tapi juga kapan waktu terbaik untuk makan," kata Panda.
Makin Gemuk Makin Sering Sakit?
Apabila Anda ingin hidup sehat dan terbebas dari berbagai rasa nyeri, awalilah dengan memiliki berat badan yang normal. Dalam studi terhadap lebih dari satu juta orang, diketahui kaitan antara kegemukan dengan nyeri.
Hasil penelitian yang dimuat dalam jurnal Obesity itu menunjukkan orang yang paling gemuk adalah kelompok orang yang palign sering mengeluhkan nyeri.
"Hasil studi ini menguatkan studi awal mengenai kaitan antara obesitas dengan nyeri," kata ketua peneliti Arthur Stone.
Dalam studi yang dilaporkan tahun 2010 di Journal of Pain dan melibatkan 3.500 saudara kembar, diungkapkan bahwa orang yang gemuk kerap menderita nyeri punggung, migren, fibromyalgia, nyeri perut, dan nyeri persendian.
Para pakar mengungkapkan nyeri tersebut bukan hanya ditimbulkan dari tekanan mekanikal pada sendi karena bobot tubuh yang berat, tapi juga disebabkan faktor genetik dan depresi.
Dalam studi yang dilakukan Stone dan timnya, ia menganalisa data survei telepon yang dikumpulkan antara tahun 2008 dan 2010 yang mengindikasikan tinggi dan berat badan responden. Para responden juga menjawab pertanyaan seputar rasa nyeri dan frekuensinya.
Bila dibandingkan dengan orang yang memiliki BMI (body mass index) rendah dan normal, mereka yang tergolong kegemukan merasakan nyeri 20 persen lebih sering setiap harinya. Sementara itu orang yang masuk dalam kelompok obesitas tipe 1 (BMI 30-35), frekuensi nyerinya 68 persen lebih tinggi, dan lebih tinggi lagi pada kelompok obesitas 2 dan 3.
"Orang yang obesitas memiliki kelebihan lemak yang memicu proses fisiologis dan inflamasi, yang sering dikaitkan dengan nyeri. Penjelasan lain adalah karena depresi yang juga bisa memicu rasa nyeri," katanya.
Faktor lingkungan dan psikososial juga ditengarai ikut berperan. Orang yang menderita artritis atau rematik tentu memiliki keterbatasan gerak, sehingga jika mereka kegemukan lebih sulit bagi mereka untuk menurunkan berat badannya.
Hasil penelitian yang dimuat dalam jurnal Obesity itu menunjukkan orang yang paling gemuk adalah kelompok orang yang palign sering mengeluhkan nyeri.
"Hasil studi ini menguatkan studi awal mengenai kaitan antara obesitas dengan nyeri," kata ketua peneliti Arthur Stone.
Dalam studi yang dilaporkan tahun 2010 di Journal of Pain dan melibatkan 3.500 saudara kembar, diungkapkan bahwa orang yang gemuk kerap menderita nyeri punggung, migren, fibromyalgia, nyeri perut, dan nyeri persendian.
Para pakar mengungkapkan nyeri tersebut bukan hanya ditimbulkan dari tekanan mekanikal pada sendi karena bobot tubuh yang berat, tapi juga disebabkan faktor genetik dan depresi.
Dalam studi yang dilakukan Stone dan timnya, ia menganalisa data survei telepon yang dikumpulkan antara tahun 2008 dan 2010 yang mengindikasikan tinggi dan berat badan responden. Para responden juga menjawab pertanyaan seputar rasa nyeri dan frekuensinya.
Bila dibandingkan dengan orang yang memiliki BMI (body mass index) rendah dan normal, mereka yang tergolong kegemukan merasakan nyeri 20 persen lebih sering setiap harinya. Sementara itu orang yang masuk dalam kelompok obesitas tipe 1 (BMI 30-35), frekuensi nyerinya 68 persen lebih tinggi, dan lebih tinggi lagi pada kelompok obesitas 2 dan 3.
"Orang yang obesitas memiliki kelebihan lemak yang memicu proses fisiologis dan inflamasi, yang sering dikaitkan dengan nyeri. Penjelasan lain adalah karena depresi yang juga bisa memicu rasa nyeri," katanya.
Faktor lingkungan dan psikososial juga ditengarai ikut berperan. Orang yang menderita artritis atau rematik tentu memiliki keterbatasan gerak, sehingga jika mereka kegemukan lebih sulit bagi mereka untuk menurunkan berat badannya.
SPONSORED BY
Menu Monoton Tak Bantu Pelangsingan
KOMPAS.com - Upaya membatasi variasi makanan yang selama ini diyakini mampu membantu program diet atau pelangsingan ternyata belum tentu efektif. Penelitian menunjukkan, mereka yang membatasi pilihan jenis makanan tak serta merta dapat mengurangi jumlah total asupan kalori ataupun mengalami penurunan berat badan secara signifikan.
"Membatasi variasi pilihan makanan dapat membantu orang untuk mengurangi asupan kalori untuk jenis kelompok makanan tertentu, tetapi hal itu dapat memicu peningkatan asupan (kalori) untuk jenis makanan yang lain," kata Prof Hollie Raynor, peneliti dari Universitas Tennessee, AS.
Studi yang diterbitkan American Journal of Clinical Nutrition, ini memberi peringatan bagi mereka yang membatasi variasi atau jenis makanan tertentu, seperti karbohidrat. Saran dari peneliti, yang perlu diwaspadai dalam penurunan berat badan adalah total asupan kalorinya, dan bukan cuma jenis makanannya saja.
Sejumlah riset sebelumnya menunjukkan, mereka yang melakukan diet terbatas dengan mengurangi variasi makanan cenderung lebih sukses mengurangi berat badan dan menjaga kestabilannya.
Raynor beserta timnya ingin mengkaji lebih lanjut apakah pembatasan variasi untuk makanan berkalori tinggi, makanan-makanan bernutrisi rendah, seperti es krim, kue-kue dan keripik, dapat membantu penurunan berat badan.
Raynor melibatkan 200 orang dewasa yang kelebihan berat dan gemuk mengubah gaya hidup mereka dengan tujuan untuk menurunkan berat badan. Proses itu juga mengharuskan keterlibatan mereka dalam pertemuan kelompok guna membahas pola hidup sehat, pola makan rendah kalori, dan peningkatan aktivitas fisik.
Setengah dari mereka diminta membatasi jumlah asupan "junk food" dalam daftar diet dan hanya diberi dua pilihan jenis makanan, dengan maksud menu monoton akan menghasilkan penurunan minat pada makanan.
Selama lebih dari 18 bulan penelitian, mereka yang masuk dalam kelompok menu monoton hanya makan dua atau tiga jenis camilan setiap hari dibandingkan kelompok lain yang mengonsumsi empat jenis makanan. Kelompok menu terbatas juga menerima asupan kalori lebih sedikit dari makanan tidak sehat.
Pada bulan ke 6 hingga 12, mereka dari kelompok variasi menu terbatas memiliki asupan makanan tidak sehat 100 kalori lebih rendah setiap hari dibanding kelompok lain. Pada akhir penelitian, mereka menerima asupan makanan tak sehat sekitar 80 kalori lebih sedikit setiap hari.
Kedua kelompok itu menerima asupan kalori total lebih rendah selama penelitian dan mengalami penurunan berat badan. Namun besarnya penurunan berat badan dan kalori total -- sekitar 4,5 kilogram-- untuk masing-masing kelompok adalah sama.
"Masuk akal untuk mencoba dan mengurangi jumlah variasi makanan dalam diet, namun manusia sangat menikmati makanan, maka mereka akan mencari komponen makanan lain untuk dikonsumsi sebagai penggantinya," kata Alexandra Johnstone, peneliti dari Universitas Aberdeen di Skotlandia, yang tidak terlibat dalam penelitian itu.
Dia menambahkan, salah satu cara untuk membuat diet pembatasan variasi makanan bekerja optimal adalah dengan menggabungkannya dengan pembatasan porsi makanan.
Sementara itu menurut Raynor, pesan bagi mereka yang tengah melakukan diet adalah apabila mereka mencoba menurunkan berat badan dengan diet pembatasan variasi makanan, maka mereka harus benar-benar memperhatikan pilihan makanan mereka agar semua tidak sia-sia.
sumber : http://health.kompas.com/
107 Bakteri per milimeter persegi PEMBALUT WANITA
Mengapa wanita mudah terinfeksi bakteri?
Tahukah Anda bahwa menurut penelitian terdapat sebanyak 107 bakteri per milimeter persegi ditemukan di atas pembalut wanita biasa, kondisi inilah yang membuat pembalut biasa menjadi sumber sarang pertumbuhan bakteri merugikan, meski pembalut biasa hanya dipakai selama 2 jam saja. Bayangkan banyaknya bakteri pada permukaan seluas pembalut, apalagi jika dipakai lebih dari 2 jam.
Hampir semua wanita tidak pernah tahu tentang pembalut yang biasa mereka beli dan pakai selama ini.Banyak wanita suka membeli pembalut biasa yang ada dipasaran hanya memikirkan harga murah dan cukup enak dipakai, tanpa mengetahui sedikitpun resiko kesehatan dari pemakaian pembalut atau pantyliner biasa.
Pembalut wanita, termasuk klasifikasi produk konsumer cepat saji dan produk sekali pakai. Karena itulah para produsen pembalut biasa kerap mendaur ulang bahan sampah kertas bekas dan menjadikan sampah kertas bekas ini menjadi bahan dasar untuk menghemat biaya produksi.
Dalam proses daur ulang sampah kertas bekas ini, tentu banyak menggunakan bahan-bahan kimia untuk proses pemutihan kembali, menghilangkan bau sampah kertas bekas dan proses sterilisasi bakteri yang terdapat pada sampah kertas bekas.
FAKTA PENTING UNTUK PARA WANITA INDONESIA!!
- Di Indonesia, setiap satu jam, satu wanita meninggal karena kanker serviks.
- Di Indonesia, setiap harinya 40-45 perempuan terdiagnosis kanker serviks dan 20-25 di antaranya meninggal dunia.
(www.kankerserviks.com)
- Diperkirakan, 52 juta perempuan Indonesia berisiko terkena kanker serviks, sementara 36% perempuan dari seluruh penderita kanker adalah pasien kanker serviks. Ada 15.000 kasus baru per tahun dengan kematian 8.000 orang per tahun. (www.kompas.com)
- Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, saat ini penyakit kanker serviks menempati peringkat teratas di antara berbagai jenis kanker yang menyebabkan kematian pada perempuan di dunia terutama di Asia Tenggara / Indonesia.
Apa Faktor Penyebabnya..??
Salah satu faktor penyebab dari kanker serviks adalah Pemakaian pembalut wanita yang mengandung bahan DIOXIN (akibat bahan pemutih yang dipakai untuk memutihkan pembalut hasil daur ulang dari barang bekas)
Kertas bekas dan serbuk kayu |
Bahan Pemutih
|
Dari hitam menjadi putih
|
Limbah kertas bekas dan serbuk kayu dibersihkan/diputihkan dengan menggunakan bahan kimia pemutih. Hasilnya dari limbah yang hitam menjadi putih, nah proses inilah yang menghasilkan sisa zat DIOXIN BERBAHAYA. |
Ancaman Bahaya Dioxin
Kongres Amerika H.R. 890 tahun 1999 Menyatakan sebagai berikut :
Dari hasil penelitian, bahwa zat Dioxin dan serat Sintetis yang ada di pembalut wanita dan produk sejenis lainnya, berisiko tinggi terhadap kesehatan wanita, termasuk risiko terhadap yang berhubungan dengan cervical cancer, endometriosis, infertility, kanker ovarium, kanker payudara, immune system deficiencies, pelvic inflammatory disease, dan toxic shock syndrome, dan lainnya.
Dari hasil penelitian, bahwa zat Dioxin dan serat Sintetis yang ada di pembalut wanita dan produk sejenis lainnya, berisiko tinggi terhadap kesehatan wanita, termasuk risiko terhadap yang berhubungan dengan cervical cancer, endometriosis, infertility, kanker ovarium, kanker payudara, immune system deficiencies, pelvic inflammatory disease, dan toxic shock syndrome, dan lainnya.
Dioxin adalah senyawa kimia/racun yang sangat kuat,
bahkan diberi julukan sebagai "toksin/racun yang paling kuat zaman ini" dan merupakan pemicu kanker utama bagi manusia.
bahkan diberi julukan sebagai "toksin/racun yang paling kuat zaman ini" dan merupakan pemicu kanker utama bagi manusia.
Dioxin merupakan racun yang tidak berwarna, tidak berbau, terbentuk atau terjadi sebagai akibat dari proses industri yang menggunakan klorin seperti :
Industri kertas, dalam proses pembuatan kertas termasuk industri pembalut wanita, tisue, diaper dan sebagainya.
Industri kertas, dalam proses pembuatan kertas termasuk industri pembalut wanita, tisue, diaper dan sebagainya.
Dioxin adalah salah satu dari sedikit bahan kimia yang telah diteliti secara intensif yang dapat menyebabkan kerusakan pada organ tubuh secara luas dan dipastikan dapat menimbulkan kanker.
Investigasi TRANS7 mengenai pembalut yang mengandung
bahan kimia berbahaya DIOXIN :
STOP PAKAI PEMBALUT BIASA !!!
sumber : http://pembalut-herbal-in3.blogspot.com/
Gula Buah Tidak Sebabkan Hipertensi?
Maryland - Pemanis buatan memang mempengaruhi tekanan darah naik. Namun studi terbaru menyatakan bahwa efek gula buah tidak berdampak sama.
Seperti dikutip dari ST, para peneliti mengikuti sekira 200 ribu pria dan wanita selama 38 tahun, dan menemukan bahwa minuman yang mengandung gula atau pemanis buatan, terkait dengan kenaikan 13% tekanan darah.
Menurut jurnal General Internal Medicine, minuman cola maupun hasil karbonasi berhubungan erat dengan resiko hipertensi. Namun gula buah atau fructose, tidak berdampak sama.
"Kami pun belum tidak tahu apa penyebab naiknya minuman-minuman dengan pemanis buatan," ujar Dr Lisa Cohen, pimpinan dari penelitian yang dilakukan oleh University of Maryland Medical Centre tersebut
sumber : http://www.inilah.com/
Inilah Seabrek Penyakit Akibat Rokok
E-LIFE
JAKARTA - Indonesia saat ini mempunyai prestasi yang cukup menyedihkan seputar rokok. Praktisi Kesehatan Dr.Ari Fahrial Syam membeberkan, dilihat dari jumlah rokok yang dikonsumsi, Indonesia merupakan konsumen rokok terbesar di dunia setelah China, Amerika Serikat, Rusia dan Jepang di tahun 2007.
Amerika saat ini sudah berhasil menekan penduduknya untuk tidak merokok sehingga hanya tinggal 19,3 persen pada tahun 2010. "Keberhasilan Amerika untuk dapat menekan jumlah perokok pada masyarakatnya adalah karena kampanye media secara massal yang terus menerus dan konsisten akan dampak buruk merokok, harga rokok yang selalu meningkat dan memperluas daerah bebas rokok," ujar Ari dalam keterangan persnya, Kamis (31/5).
Pernyataan Ari berkaitan dengan peringatan Dunia Tanpa Tembakau yang jatuh pada hari ini, 31 Mei 2012.
Lebih lanjut dijelaskan, di Indonesia, hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2010 menunjukkan bahwa satu dari tiga orang Indonesia merokok. Prevalensi kelompok umur diatas 15 tahun yang merokok tiap hari secara nasional sebesar 28,2 persen.
Sedang penduduk Indonesia yang kadang-kadang merokok sebanyak 6,5 persen. Paling tinggi perokok Indonesia pada kelompok umur 25-64 tahun. Sebagian besar orang yang merokok di Indonesia adalah penduduk pedesaan, tingkat pendidikan rendah, umumnya mereka pekerja informal dengan status ekonomi rendah.
"Kondisi ini sungguh menarik dan menjadi renungan kita bersama," ujar Ketua Bidang Advokasi PB.PAPDI itu.
Orang-orang yang berpendidikan tinggi cenderung menghindari rokok. Hanya 19,6 persen perokok setiap hari yang bertitel sarjana, 28,1 persen tamat SMA, 26 persen tamat SMP, 30,4 persen tamat SD, 31,9 persen tidak tamat SD dan 26,7 persen tidak sekolah.
Dikatakan, orang-orang dengan penghasilan tetap dan status ekonomi baik juga berkurang yang merokok. Salah satu hal yang membuat mereka mengurangi mengkonsumsi merokok karena mereka bekerja di ruang-ruang tertutup dan ber AC yang membuat mereka tidak dapat merokok setiap saat di ruangan tertutup.
"Disisi lain yang perlu kita simak profil para perokok Indonesia dari RISKESDAS tersebut adalah lebih dari 60 persen usia pertama kali orang merokok di Indonesia kurang dari 20 tahun. Kelompok umur 15-19 tahun merupakan kelompok yang terbesar merokok dengan angka 43,3 persen. Usia ini adalah usia mereka kelas 3 SMP, SMA dan awal kuliah. Umumnya kelompok ini adalah anak ABG yang memulai merokok untuk menunjukkan bahwa mereka sudah dewasa," urainya.
Tetapi, lanjutnya, ada hal yang sangat menyedihkan bahwa ada sekitar 2,2 persen orang yang mulai merokok pada masa anak-anak yaitu pada umur 5-9 tahun. "Bahkan kita juga semua tahu bahwa beberapa anak Balita kita sudah menjadi pencandu rokok," urainya.
Dokter yang dekat kalangan wartawan itu mengatakan, sebenarnya kita semua sudah tahu bahwa rokok berdampak buruk bagi kesehatan. Hanya masalahnya bagi perokok karena sudah menjadi candu, tidak mudah bagi mereka untuk meyakinkan diri untuk tidak merokok.
"Bagi perokok kadang-kadang yang menjadi patokan dampak merokok buat mereka adalah gangguan pernafasan. Sehingga jika mereka tidak batuk dan tidak sesak mereka masih tetap merokok. Padahal efek samping dari merokok tidak melulu berdampak pada saluran pernafasan," paparnya.
Pasien yang mengalami kanker antara lain kanker lidah, kanker kerongkongan, kanker usus besar, kanker paru atau kanker pankreas akan menyesali kenapa mereka merokok, setelah menderita kanker.
"Rasanya cerita dampak buruk rokok pada seseorang akan selalu kita alami terjadi pada keluarga kita. Apalagi saya yang sehari-sehari bertemu dengan pasien, melihat langsung dampak rokok pada kesehatan seseorang. Kalau penyakit akibat rokok tidak terlalu berat biasanya pasien hanya mengurangi sedikit rokoknya dan kembali lagi untuk merokok setelah sehat. Tetapi jika dampak sakit pada perokok tersebut cukup berat biasanya mereka berhenti merokok total," kata Ari.
Serangan stroke ringan atau TIA juga kadang kala membuat kapok seorang perokok untuk tidak merokok lagi. "Ini terjadi pada ayah sendiri dimana beliau seorang perokok kuat dan berhenti total setelah jatuh di kamar mandi dan mengalami serangan stroke ringan," sambungnya.
Para perokok yang mengalami hipersensitifitas pada saluran pernafasannya dimana jika mulai merokok maka akan merasakan sesak, pasti tidak akan pernah untuk mencoba rokok. Serangan jantung juga bisanya membuat kapok seseorang untuk tidak merokok kembali.
Dampak lain yang sebenarnya tidak diketahui oleh para perokok, papar Ari, bahwa rokok akan menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan atas seseorang. Mereka yang merokok sering merasa begah, cepat kenyang dan kembung. Rokok juga menyebakan asam lambung naik kembali ke kerongkongan atau refluks yang mencetuskan penyakit GERD.
Belum lagi rokok juga dapat merusak gusi serta gigi geligi. Mereka umumnya tidak nafsu makan karena lambungnya sudah terasa penuh dengan gas akibat hirupan asap rokok. Kondisi hipoksia kronis pada seseorang perokok juga dapat mencetuskan penurunan nafsu makan. "Oleh karena itu kita sering mendengar seseorang perokok yang berhenti merokok berat badannya akan naik karena nafsu makannya bertambah atau menjadi meningkat setelah berhenti merokok," kata Ari.(sam/jpnn)
Kamis, 31 Mei 2012 , 09:40:00
JAKARTA - Indonesia saat ini mempunyai prestasi yang cukup menyedihkan seputar rokok. Praktisi Kesehatan Dr.Ari Fahrial Syam membeberkan, dilihat dari jumlah rokok yang dikonsumsi, Indonesia merupakan konsumen rokok terbesar di dunia setelah China, Amerika Serikat, Rusia dan Jepang di tahun 2007.
Amerika saat ini sudah berhasil menekan penduduknya untuk tidak merokok sehingga hanya tinggal 19,3 persen pada tahun 2010. "Keberhasilan Amerika untuk dapat menekan jumlah perokok pada masyarakatnya adalah karena kampanye media secara massal yang terus menerus dan konsisten akan dampak buruk merokok, harga rokok yang selalu meningkat dan memperluas daerah bebas rokok," ujar Ari dalam keterangan persnya, Kamis (31/5).
Pernyataan Ari berkaitan dengan peringatan Dunia Tanpa Tembakau yang jatuh pada hari ini, 31 Mei 2012.
Lebih lanjut dijelaskan, di Indonesia, hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2010 menunjukkan bahwa satu dari tiga orang Indonesia merokok. Prevalensi kelompok umur diatas 15 tahun yang merokok tiap hari secara nasional sebesar 28,2 persen.
Sedang penduduk Indonesia yang kadang-kadang merokok sebanyak 6,5 persen. Paling tinggi perokok Indonesia pada kelompok umur 25-64 tahun. Sebagian besar orang yang merokok di Indonesia adalah penduduk pedesaan, tingkat pendidikan rendah, umumnya mereka pekerja informal dengan status ekonomi rendah.
"Kondisi ini sungguh menarik dan menjadi renungan kita bersama," ujar Ketua Bidang Advokasi PB.PAPDI itu.
Orang-orang yang berpendidikan tinggi cenderung menghindari rokok. Hanya 19,6 persen perokok setiap hari yang bertitel sarjana, 28,1 persen tamat SMA, 26 persen tamat SMP, 30,4 persen tamat SD, 31,9 persen tidak tamat SD dan 26,7 persen tidak sekolah.
Dikatakan, orang-orang dengan penghasilan tetap dan status ekonomi baik juga berkurang yang merokok. Salah satu hal yang membuat mereka mengurangi mengkonsumsi merokok karena mereka bekerja di ruang-ruang tertutup dan ber AC yang membuat mereka tidak dapat merokok setiap saat di ruangan tertutup.
"Disisi lain yang perlu kita simak profil para perokok Indonesia dari RISKESDAS tersebut adalah lebih dari 60 persen usia pertama kali orang merokok di Indonesia kurang dari 20 tahun. Kelompok umur 15-19 tahun merupakan kelompok yang terbesar merokok dengan angka 43,3 persen. Usia ini adalah usia mereka kelas 3 SMP, SMA dan awal kuliah. Umumnya kelompok ini adalah anak ABG yang memulai merokok untuk menunjukkan bahwa mereka sudah dewasa," urainya.
Tetapi, lanjutnya, ada hal yang sangat menyedihkan bahwa ada sekitar 2,2 persen orang yang mulai merokok pada masa anak-anak yaitu pada umur 5-9 tahun. "Bahkan kita juga semua tahu bahwa beberapa anak Balita kita sudah menjadi pencandu rokok," urainya.
Dokter yang dekat kalangan wartawan itu mengatakan, sebenarnya kita semua sudah tahu bahwa rokok berdampak buruk bagi kesehatan. Hanya masalahnya bagi perokok karena sudah menjadi candu, tidak mudah bagi mereka untuk meyakinkan diri untuk tidak merokok.
"Bagi perokok kadang-kadang yang menjadi patokan dampak merokok buat mereka adalah gangguan pernafasan. Sehingga jika mereka tidak batuk dan tidak sesak mereka masih tetap merokok. Padahal efek samping dari merokok tidak melulu berdampak pada saluran pernafasan," paparnya.
Pasien yang mengalami kanker antara lain kanker lidah, kanker kerongkongan, kanker usus besar, kanker paru atau kanker pankreas akan menyesali kenapa mereka merokok, setelah menderita kanker.
"Rasanya cerita dampak buruk rokok pada seseorang akan selalu kita alami terjadi pada keluarga kita. Apalagi saya yang sehari-sehari bertemu dengan pasien, melihat langsung dampak rokok pada kesehatan seseorang. Kalau penyakit akibat rokok tidak terlalu berat biasanya pasien hanya mengurangi sedikit rokoknya dan kembali lagi untuk merokok setelah sehat. Tetapi jika dampak sakit pada perokok tersebut cukup berat biasanya mereka berhenti merokok total," kata Ari.
Serangan stroke ringan atau TIA juga kadang kala membuat kapok seorang perokok untuk tidak merokok lagi. "Ini terjadi pada ayah sendiri dimana beliau seorang perokok kuat dan berhenti total setelah jatuh di kamar mandi dan mengalami serangan stroke ringan," sambungnya.
Para perokok yang mengalami hipersensitifitas pada saluran pernafasannya dimana jika mulai merokok maka akan merasakan sesak, pasti tidak akan pernah untuk mencoba rokok. Serangan jantung juga bisanya membuat kapok seseorang untuk tidak merokok kembali.
Dampak lain yang sebenarnya tidak diketahui oleh para perokok, papar Ari, bahwa rokok akan menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan atas seseorang. Mereka yang merokok sering merasa begah, cepat kenyang dan kembung. Rokok juga menyebakan asam lambung naik kembali ke kerongkongan atau refluks yang mencetuskan penyakit GERD.
Belum lagi rokok juga dapat merusak gusi serta gigi geligi. Mereka umumnya tidak nafsu makan karena lambungnya sudah terasa penuh dengan gas akibat hirupan asap rokok. Kondisi hipoksia kronis pada seseorang perokok juga dapat mencetuskan penurunan nafsu makan. "Oleh karena itu kita sering mendengar seseorang perokok yang berhenti merokok berat badannya akan naik karena nafsu makannya bertambah atau menjadi meningkat setelah berhenti merokok," kata Ari.(sam/jpnn)
sumber : http://www.jpnn.com/
Minuman Bersoda dan Cola Picu Hipertensi
E-LIFE
Senin, 04 Juni 2012 , 13:12:00
ilustrasi
NEWYORK - Anda bukan penderita hipertensi tetapi suka minum-minuman manis? Sebaiknya berpikir ulang saat ini. Pasalnya, hasil penelitian di Amerika menunjukkan kebiasaan meminum minuman manis berisiko memiliki tekanan darah tinggi daripada mereka yang lebih sedikit. Apalagi minuman berkarbonasi dan mengandung Cola dituding sangat terkait dengan resiko hipertensi.
Tim peneliti menemukan orang yang mengkonsumsi lebih banyak soda dan minuman manis potensial memiliki tingkat tekanan darah lebih tinggi dibandingkan mengkonsumsi lebih sedikit. Namun, gula yang dihasilkan dari buah disinyalir tidak mengakibatkan hal serupa.
Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of General Internal Medicine tersebut diikuti lebih dari 200.000 pria dan wanita dengan rentang usia hingga 38 tahun. Hasilnya ditemukan bahwa seseorang yang mengkonsumsi minuman manis secara teratur yang mengandung gula atau pemanis buatan, meningkatkan resiko sekitar 13 persen terkena tekanan darah tinggi.
Minuman berkarbonasi dan cola disebutkan yang paling potensial dengan risiko hipertensi. Tetapi gula buah atau fruktosa dalam minuman bukan termasuk kategori ini. "Kami tidak tahu apa yang menyebabkan peningkatan risiko dalam minuman dengan pemanis buatan," kata Lisa Cohen, penulis utama studi dan peneliti di University of Maryland Medical Center seperti dilansir Reuters (3/6).
Cohen dan timnya memantau data dari tiga studi besar-besaran, termasuk hampir 224.000 pekerja kesehatan, pelaku diet dan kesehatan usia 16 - 38 tahun. Sebelumnya, telah dipastikan tidak ada peserta yang menderita tekanan darah tinggi pada awal studi tersebut. Seiring waktu, mereka yang minum setidaknya satu minuman pemanis buatan sehari memiliki peningkatan risiko 13 persen terkena hipertensi dibandingkan dengan mereka yang hanya memiliki minuman manis sekali sebulan atau kurang. Demikian pula dengan peserta yang minum setidaknya satu gelas minuman manis sehari, dimana memiliki resiko peningkatan 14 persen atas hipertensi.
Sementara itu, Walikota New York Michael Bloomberg pekan lalu mengusulkan larangan ukuran besar minuman bersoda manis. Ini merupakan gebrakan baru dari serangkaian inisiatif kesehatan masyarakat yang mencakup kampanye untuk mengurangi garam dalam makanan restoran dan makanan kemasan.(esy/jpnn)
Tim peneliti menemukan orang yang mengkonsumsi lebih banyak soda dan minuman manis potensial memiliki tingkat tekanan darah lebih tinggi dibandingkan mengkonsumsi lebih sedikit. Namun, gula yang dihasilkan dari buah disinyalir tidak mengakibatkan hal serupa.
Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of General Internal Medicine tersebut diikuti lebih dari 200.000 pria dan wanita dengan rentang usia hingga 38 tahun. Hasilnya ditemukan bahwa seseorang yang mengkonsumsi minuman manis secara teratur yang mengandung gula atau pemanis buatan, meningkatkan resiko sekitar 13 persen terkena tekanan darah tinggi.
Minuman berkarbonasi dan cola disebutkan yang paling potensial dengan risiko hipertensi. Tetapi gula buah atau fruktosa dalam minuman bukan termasuk kategori ini. "Kami tidak tahu apa yang menyebabkan peningkatan risiko dalam minuman dengan pemanis buatan," kata Lisa Cohen, penulis utama studi dan peneliti di University of Maryland Medical Center seperti dilansir Reuters (3/6).
Cohen dan timnya memantau data dari tiga studi besar-besaran, termasuk hampir 224.000 pekerja kesehatan, pelaku diet dan kesehatan usia 16 - 38 tahun. Sebelumnya, telah dipastikan tidak ada peserta yang menderita tekanan darah tinggi pada awal studi tersebut. Seiring waktu, mereka yang minum setidaknya satu minuman pemanis buatan sehari memiliki peningkatan risiko 13 persen terkena hipertensi dibandingkan dengan mereka yang hanya memiliki minuman manis sekali sebulan atau kurang. Demikian pula dengan peserta yang minum setidaknya satu gelas minuman manis sehari, dimana memiliki resiko peningkatan 14 persen atas hipertensi.
Sementara itu, Walikota New York Michael Bloomberg pekan lalu mengusulkan larangan ukuran besar minuman bersoda manis. Ini merupakan gebrakan baru dari serangkaian inisiatif kesehatan masyarakat yang mencakup kampanye untuk mengurangi garam dalam makanan restoran dan makanan kemasan.(esy/jpnn)
sumber : http://www.jpnn.com/
Kaitan gula buah dalam hipertensi dipertanyakan lagi
Senin, 4 Juni 2012 18:50 WIB | 1660 Views
Para peneliti melibatkan lebih dari 200.000 lelaki maupun perempuan yang berumur tidak lebih dari 38 tahun dan mengkonsumsi minuman manis secara teratur --baik yang mengandung gula atau pemanis buatan-- berkaitan dengan naiknya sekitar 13 persen risiko tekanan darah tinggi.
Minuman berkarbonasi dan cola sangat terkait dengan risiko tekanan darah tinggi (hipertensi), namun gula buah, atau fruktosa, dalam minuman tidak tampak sebagai faktor pemicu, demikian dilaporkan dalam Journal of General Internal Medicine.
"Kami tidak tahu apa yang menjadi penyebab meningkatnya risiko pada pemanis buatan ataupun minuman manis," ujar Kepala penulisan hasil penelitian dan seorang peneliti di Pusat Kesehatan Universitas Maryland, Lisa Cohen.
Ia menimpali, "Ini sulit untuk dikatakan bahwa dari fruktosa sendiri. Anda dapat meningkatkan risiko hipertensi."
Wali kota New York, Michael Bloomberg, pada pekan lalu mengajukan larangan untuk minuman soda dalam jumlah besar. Hal terbaru, serangkaian inisiatif kesehatan masyarakat juga memasukkan kampanye untuk mengurangi garam di makanan yang dijual di restauran dan makanan kemasan.
Penelitian sebelumnya menyebutkan, fruktosa sebagai salah satu faktor pemicu meningkatnya risiko tekanan darah tinggi, namun Cohen menyebutkan bahwa mereka hanya mengambil gambaran pada waktu itu, dan tidak menentukan yang mana yang pertama, tingginya tekanan darah tinggi atau minuman manis.
Cohen dan rekan-rekannya melihat data dari tiga penelitian masif, termasuk melibatkan sedikitnya 224.000 pekerja kesehatan berumur 16 hingga 38 tahun yang melakukan diet dan dalam kondisi sehat. Tidak ada peserta yang didiagnosa mengalami tekanan darah tinggi pada saat penelitian dilakukan.
Seiring waktu, mereka yang meminum sedikitnya satu gula yang terdapat di minuman kemasan setiap hari, mengalami peningkatan risiko hipertensi dibanding mereka yang hanya mengkonsumsi sedikit atau kurang.
Demikian pula, orang-orang yang mengonsumsi sedikit-dikitnya satu minuman ringan dengan pemanis buatan mengalami peningkatan resiko 14 persen dibanding mereka yang mengonsumsi sedikit atau kurang.
Untuk melihat apakah fruktosa yang menjadi penyebab semua itu, para peneliti juga menelaah orang yang dalam pola makannya mengkonsumsi fruktosa, misalnya dari buah-buahan.
Di antara orang-orang tersebut ada yang mengkonsumsi 15 persen kalori mereka dari sumber fruktosa selain minuman, dan hasilnya risiko peningkatan hipertensi lebih rendah atau sama dengan orang yang makan sedikit fruktosa.
"Anda akan berpikir, jika fruktosa adalah faktor penyebab, dan kemudian memakan banyak apel, sebagai contoh, dapat juga meningkatkan risiko hipertensi," terang Cohen kepada Reuters Health.
Kenyataan adanya hubungan kuat antara minuman ringan berkarbonasi dan peningkatan risiko hipertensi dapat dijelaskan melalui hubungan dengan kandungan soda dalam jumlah besar atau beberapa zat lain yang tidak diketahui bahannya, katanya.
Namun, ia menambahkan, masih diperlukan riset lanjutan untuk mengungkap hal tersebut.
(Uu.I025/H-AK)l
Editor: Priyambodo RH
sumber : http://www.antaranews.com/
Langganan:
Postingan (Atom)